Tana Toraja
Tengah hari itu aku berada di Ke’te’ Kesu’, Toraja. Beberapa pengunjung sibuk mengabadikan diri dengan kamera di antara barisan tongkonan yang berjajar cantik di sisi kiri dan kanan. Aku pun memandangi rumah-rumah adat Toraja itu dengan kagum. Tak lupa, aku pun menitipkan jejak kakiku di tanah para raja ini.
***
Sekitar jam 6 pagi bus yang aku naiki tiba di kota Rantepao, Toraja Utara. Hampir 10 jam perjalanan ditempuh dengan bus yang berangkat dari Makassar pada malam sebelumnya. Setiba di Rantepao, aku dan seorang teman dari Malaysia segera mencari penginapan. Setelah meletakkan barang bawaan dan membersihkan diri, kami bergegas ke luar kamar untuk berkeliling Toraja.
Rantepao, Toraja Utara
Pagi itu cuaca mendung. Khawatir terjadi hujan seperti hari sebelumnya saat aku di Makassar, kami memutuskan untuk menyewa mobil. Lumayan heavy on the cost, mengingat hanya kami berdua yang menyewa mobil itu. Aku menelepon salah satu tempat penyewaan mobil, dan tak kurang dari 5 menit mobil pun datang di depan penginapan. Dua pria dewasa duduk di kursi depan mobil itu, satunya adalah pemilik mobil dan yang lain adalah sopir.
Aku pun menanyakan apakah ada Rambu Solo di Toraja pagi itu dan pemilik mobil pun menjawab ada. Beruntung sekali, mengingat tak semua orang yang datang ke Toraja bisa menyaksikan Rambu Solo ini. Kebetulan juga saat itu sedang ada perayaan 100 tahun Injil Masuk Toraja. Penyalaan obor yang kemudian dibawa berkeliling Rantepao sudah dilakukan hari sebelumnya, dan di hari-hari selanjutnya diadakan beragam acara seni budaya di kota Rantepao. Namun karena waktu kunjungan yang hanya sehari, aku memilih untuk melewatkan perayaan 100 IMT tersebut.
Setelah pemilik mobil berpamitan, kami bertiga (aku, temanku dan pak sopir) bergerak menuju sebuah tempat yang berada di utara Rantepao untuk melihat upacara Rambu Solo. Pemandangan alam yang berbukit-bukit dengan hamparan sawah yang hijau segar sungguh memanjakan penglihatan. Dan ketika kami sampai, ternyata acara Rambu Solo belum dimulai. Kami melanjutkan perjalanan menuju Kompleks Megalitikum Bori terlebih dahulu, baru kemudian kembali lagi ke tempat tersebut.
Di Kompleks Megalitikum Bori yang berada di Kecamatan Sesean ini terdapat beberapa menhir yang mengingatkanku pada film kartun Asterix – Obelix. Beberapa menhir berdiri menjulang, yang paling tinggi mungkin sekitar 5 meter. Tak jauh dari menhir-menhir tersebut, beberapa makam batu bisa dijumpai.
Menhir di kompleks megalitikum Bori
Makam batu di Bori
Dari Bori, kami kembali lagi ke tempat sebelumnya untuk melihat Rambu Solo. Acara belum dimulai ketika aku dan temanku masuk ke rante dan duduk di salah satu lantang yang ada disitu. Cerita selengkapnya mengenai pelaksanaan Rambu Solo bisa dibaca pada tulisan sebelumnya.
Rambu Solo
Rambu Solo
Menjelang siang sekitar jam 11, kami meninggalkan tempat tersebut meski upacara Rambu Solo belum selesai. Kami kembali lagi ke pusat kota Rantepao dan sempat melihat keramaian perayaan 100 IMT, namun kami tidak berhenti untuk menyaksikan acara tersebut. Akhirnya kami pun tiba di tujuan selanjutnya, yaitu Ke’te’ Kesu’. Di Ke’te’ Kesu’ ini terdapat rumah adat atau tongkonan tertua yang ada di Toraja. Ornamen-ornamen cantik dengan beberapa tanduk kerbau menghias tongkonan-tongkonan tersebut.
Tongkonan di Kete Kesu
Tanduk kerbau
Dari Ke’te’ Kesu, kami menuju salah satu tempat pemakaman yang ada di Londa. Banyak tempat pemakaman yang bisa kita jumpai di Toraja ini, namun kami hanya memilih satu tempat saja yaitu di Londa. Di tempat ini, pemakaman yang ada berupa gua yang berada di tebing batu. Begitu memasuki gerbang, kami berjalan kaki melewati jalanan batu sebelum akhirnya tiba di gua. Tengkorak dan tulang belulang, peti mati dan beberapa benda khas lain bisa ditemui baik di depan maupun di dalam gua. Bahkan ada pemakaman lain yang letaknya cukup tinggi di gua-gua di atas tebing batu tersebut.
Londa
Londa
Dari Londa, kami kembali ke penginapan untuk beristirahat. Setelah tidur siang hampir 2 jam, kami menikmati sore itu dengan berjalan-jalan di sekitar penginapan. Tak lupa mencari menu untuk berbuka puasa yang banyak dijajakan oleh para penjual makanan di sekitar masjid, tak jauh dari penginapan. Dan malam harinya, kami pun menyudahi kunjungan kami ke Toraja dan menuju ke Makassar.
salah satu sudut jalan di kota Rantepao
Inilah sedikit cerita saat kunjungan singkatku ke Toraja minggu lalu. Sebuah tempat yang memiliki kekayaan budaya yang luar biasa, yang tak lain adalah bagian dari kekayaan Indonesiaku.